Pada saat itu akhir bulan Agustus
2012 di bulan Ramadhan aku pergi kerja ke Kalimantan Tengah pada sebuah
perusahaan swasta Diesel yang di sewa – sewakan pada PLN ( persero ). Di sebuah
kota kecil di Seruyan , sampit Kalimantan Tengah aku kerja selama 4 bulan
karena ada masalah yang aku sendiri tidak Tau apa masalahnya.
Pada akhir Desember aku di pulang
ke Jakarta karena masalah itu dan menghadap atasan di kantor pusat. Aku pun
menjelaskan sebenar Noya yang terjadi, bahwa semua itu tidak benar dan akhir Noya
aku di pindah tugaskan ke daerah Kasongan, Kalimantan Tengah. Aku pun tau situasi
dan kondisi di daerah sana karena ada pemberitahuan dari teman – teman yang
lain. Sebelum berangkat ke sana, aku meminta izin untuk pulang terlebih dahulu
ke rumah ( Garut ) untuk menemui orang tua dan akupun memberi tahu pada orang
tua ku bahwa aku akan di pindah tugaskan di sebuah tempat yang jauh dari kota. Karena
aku orangnya terbuka pada orang tua, terutama pada ibu, akupun menceritakan
keadaan tempat kerja aku yang akan di tempati. Orang tua sempat melarang aku
pergi ke sana karena keadaan tempatnya yang berada jauh dari kota. Tapi aku
terus meyakinkan pada mereka bahwa aku bisa dan akan berangkat.
Aku pun berangkat ke kota
Kasongan itu, sesampainya di tempat kerja aku berusaha tegar dengan keadaan
tempat Noya yang Bener – benar jauh dari kota bahkan tidak ada satu rumahpun
yang dekat dari tempat kerja.
Hampir satu Minggu di sana akupun
merasakan hal – hal yang sangat menyulitkan buat aku, susahnya makan karena
jauh dari warung dan tak adanya kendaraan operasional waktu itu, hingga aku
harus berjalan kurang lebih 3 – 4 km untuk membeli nasi begitupun dengan solat jumat
dan yang lainnya. Kadang – kadang makan pun Cuma satu kali dalam satu hari
bahkan tidak makan, Cuma makan pentol ( bakso bahasa Jawa ) karena tidak adanya
kendaraan dan asi banyak keluhan – keluhan yang aku rasakan karena tidak
biasanya. Di sini aku benar – benar merasakan bagaimana kerasnya hidup,
terkadang aku menangis dan berputus asa dengan hal yang aku rasakan pada saat
itu.
Dan akupun mencoba memberi kabar
pada orangtua di rumah bahwa aku baik – baik saja. Tapi karena kata aku tadi
aku orangnya terbuka pada orang tua aku pun menceritakan keadaan aku di sana
pada mereka, ibu aku pun sempat menyuruh aku untuk pulang dan mencari kerja
yang dek. Tapi aku tetap kekeh bahwa aku bisa dan akan bertahan.
Satu Minggu setelah aku menelepon
orang tua aku, aku mencoba menelepon lagi dan aku merasakan ada hal yang
berbeda dengan ibu aku, beliau seperti sedang sakit dan aku tanya beliau,
beliau tidak memberi tahukannya mungkin beliau tidak mau aku cemas dengan
keaadaannya. Besok nya aku telepon lagi dan akhirnya beliau bilang bahwa beliau
sedang sakit dan aku suruh beliau untuk pergi ke Dokter untuk cek keadaannya. Sepulang
dari dokter ternyata ibu di rujuk untuk pergi ke rumah sakit untuk di tindak
lanjuti penyakitnya, pertama – tama ibu tak mau bilang apa penyakitnya, tapi
setelah aku terus bertanya akhirnya ibu pun bilang kalau beliau kena usus
buntu. Betapa hancur dan sakitnya perasaan aku saat itu mengetahui orang yang
aku sayangi sedang sakit dan di rawat di rumah sakit, air mata tak berhenti
mengalir dari kedua mataku. Setiap hari, setiap saat sebisa mungkin aku terus
menghubungi ibu yang sungguh jauh di serang lautan aku pun merasa menjadi anak
yang tak berbakti pada saat itu karena tak bisa berada di samping beliau saat
beliau membutuhkan aku, saat beliau terbaring lemah, aku benar – benar terpuruk
dan sedih.
Setiap saat aku berdoa memohon
pada ALLAH untuk ibu aku, siang – malam saat waktu kerja tak ada yang aku
fikirkan selain ibu aku. aku Cuma berharap pada keluarga aku yang di rumah
untuk menjaga ibu aku.
Seminggu berlalu ibu di rumah
sakit, akhirnya ada keputusan untuk segera di operasi usus buntunya, akupun
berusaha untuk terus berkomunikasi pada ibu aku, aku tak berhenti berdoa,
menangis dan aku coba meminta bantuan doa untuk ibu aku pada semua orang yang
aku kenal, jumat pagi beliau mengirim pesan media ( sms ) bahwa beliau akan di
operasi, akupun segera menelepon ibu dan berusaha untuk menemani beliau,
biarpun hanya melalui telepon. Aku sangat cemas dan khawatir dan aku tak
berhenti meneteskan air mata ini sambil berdoa agar di lancarkan proses operasi
yang akan di jalani oleh ibu aku. Beberapa saat kemudian kira – kira satu jam
setelah itu ibu mengirim pesan kembali pada aku, bahwa beliau tidak jadi
menjalani operasi, karena usus buntu yang akan di operasi tiba – tiba hilang
dan sembuh dengan sendirinya. Aku bersyukur dan senang dengan kabar itu puji
syukur ku ucapkan pada ALLAH dan aku share kebahagiaan itu pada orang – orang yang
aku mintai doanya.
Dari situlah aku bertambah yakin pada
kebesaran ALLAH bahwa DIA akan mengabulkan doa – doa hamba NYA yang sungguh –
sungguh, DIA tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hamba – hamba NYA.
DIA tak pernah tidur dan meninggalkan hamba – hamba NYA yang sedang membutuhkan
NYA. DIA selalu ada untuk hamba – hamba NYA yang meminta kepada NYA.
Terimakasih YA RABB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar