Rabu, 23 Januari 2013

Tanpa Do'a Seperti Prajurit Tanpa Senjata


( Arrahmah.com ) - Berbeda
dengan makhluk-Nya, Allah
mencintai orang-orang yang rajin
memohon kepada-Nya. Karena hal
itu menunjukkan bahwa manusia
merasa fakir (butuh) kepada
Allah. Dan Allah justru membenci
orang-orang yang angkuh dan
enggan berdoa kepada-Nya. Nabi
shalallahu 'alaihi wasalam
bersabda,
ْﻢَﻟ ْﻦَﻣ ِﻝَﺄْﺴَﻳ َﻪﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ْﺐَﻀْﻐَﻳ
"Barangsiapa yang tidak
memohon kepada Allah, maka
Allah murka kepadanya" (HR
Tirmidzi dan Bukhari dalam Adabul
Mufrad)
Realitanya, ada orang-orang
yang merasa dirinya cukup,
merasa bisa mendapatkan
keinginannya tanpa pertolongan
Rabbnya, lalu meninggalkan doa.
Sudah barang tentu ia akan
mengenyam kesulitan demi
kesulitan dalam menjalani hidup, di
dunia apalagi di akhirat. Allah
berfirman,
"Dan adapun orang-orang yang
bakhil dan merasa dirinya cukup,
serta mendustakan pahala
terbaik, maka kelak Kami akan
menyiapkan baginya (jalan) yang
sukar. " (QS al-Lail 8 – 10)
Tanpa Doa, Seperti
Tentara tanpa Senjata
Di antara kaum muslimin, ada lagi
yang meninggalkan doa karena
merasa tak mampu memenuhi
persyaratannya. Seperti orang
yang berkata, "Saya biasa makan
dari rejeki yang tak jelas halal
haramnya, sedangkan orang yang
mengkonsumsi barang yang haram
tidak dikabulkan do'anya, maka
percuma saja kalau saya berdoa."
Laa haula wa laa quwwata illa
billah. Adakah sesuatu yang bisa
diandalkan seorang muslim
melebihi 'senjata' doa? Hingga
ada yang rela mencampakkan doa
agar bebas makan apa saja?
Seseorang yang mengerti
urgensi doa, tentu lebih memilih
untuk memenuhi syarat
terkabulnya doa, katimbang ia
harus bertelanjang dari doa.
Karena meninggalkan hal yang
haram itu lebih mudah dijalani
daripada hidup tanpa menyandang
senjata doa. Tanpa doa, keadaan
seseorang lebih berat dari
tentara yang tidak memiliki
senjata, petani yang tidak memiliki
cangkul, orang sakit yang tak
mendapatkan obat, atau
seseorang yang ingin membeli
barang tanpa memiliki uang.
Hanya mengandalkan kecerdasan
pikir, kekuatan fisik maupun alat
canggih, jelas tidak memadai bagi
manusia untuk bisa meraih tujuan
bahagia yang sempurna, atau
mencegah datangnya marabahaya.
Alangkah kecil modal dan
kekuatan, sementara begitu
besar cita-cita yang diharapkan,
dahsyat pula potensi bahaya yang
mungkin datang di hadapan. Untuk
itu, manusia membutuhkan
'kekuatan lain' di luar dirinya
untuk merealisasikan dua tujuan
itu. Dan barangsiapa yang
menjadikan doa sebagai sarana,
niscaya dia akan menjadi orang
yang paling kuat, paling sukses
dan paling beruntung. Karena doa
mengundang datangnya
pertolongan Allah Yang Maha
Berkehendak, Mahakuasa,
Mahakuat dan mampu melakukan
apapun yang dikehendaki-
Nya, Fa'aalul limaa yuriid. Karena
itulah, Ibnul Qayyim dalam al-
Jawaabul Kaafi berkata, "Doa
adalah sebab yang paling kuat
untuk mencegah dari perkara
yang dibenci dan menghasilkan
sesuatu yang dicari."
Khasiat Doa Sepanjang
Masa
Allah telah banyak mengisahkan
dahsyatnya doa, yang menjadi
solusi problem-problem besar
dan menjadi sebab yang
menyelamatkan dalam banyak
peristiwa genting dari zaman ke
zaman. Dan meski dengan variasi
dan kadar yang berbeda,
sebenarnya problem-problem
yang di hadapi manusia dari
zaman ke zaman memiliki karakter
yang nyaris sama.
Jika di zaman ini banyak orang
yang galau, atau berduka lantaran
kesulitan yang menghimpitnya,
maka dahulu Nabi Yunus
'alaihissalam pernah mengalami hal
yang sama dan bahkan lebih
berat. Toh, kegalauan itu akhirnya
sirna dengan doa beliau, "laa
ilaaha illa anta subhaanaka inni
kuntu minazh zhaalimin," Karena
Allah menjawab doa beliau dengan
firman-Nya, "Maka Kami telah
memperkenankan doanya dan
menyelamatkannya dari pada
kedukaan." (QS al-Anbiya' 88)
Maka adakah orang yang sedang
menyandang kesulitan hari ini
mengingat dan berdoa
sebagaimana doa beliau?
Jika sekarang banyak orang
menderita sakit yang tak kunjung
sembuh, dan tak jarang kesulitan
untuk menemukan sebab dan
obatnya, hal yang sama pernah
menimpa Nabi Ayyuub 'alaihissalam.
Dan pada akhirnya penyakit beliau
sembuh dengan doa, "Rabbi inni
massaniyadh dhurru wa Anta
Arhamur Raahimiin",
Karena Allah menjawab doa beliau
dengan firman-Nya, "Maka
Kamipun memperkenankan
seruannya itu, lalu Kami lenyapkan
penyakit yang ada padanya." (QS
al-Anbiya' 84)
Jika sekarang banyak orang
mengalami rasa takut akan
datangnya bencana, atau
khawatir dengan bahaya yang
mengancam, solusi dari semua itu
juga telah ditempuh oleh Nabi yang
mulia, Muhammad shalallahu 'alaihi
wasalam, yakni dengan doa,
"hasbunallahu wa ni'mal Wakiil",
maka Allah menghindarkan mereka
dari bahaya, sebagaimana firman-
Nya,
"Maka mereka kembali dengan
nikmat dan karunia (yang besar)
dari Allah, mereka tidak
mendapat bencana apa-
apa," (QS Ali Imran 174)
Begitulah doa, mampu menjadi
solusi saat manusia angkat
tangan untuk memberi solusi. Doa
juga efektif menjadi jalan keluar
ketika segala cara menemui jalan
buntu. Doa juga mampu mencegah
bahaya, yang dosisnya tidak
mampu dibendung oleh kekuatan
manusia.
Semestinya doa bukan menjadi
alternatif terakhir, atau ia baru
diingat setelah ikhtiyar tak
menghasilkan jalan keluar.
Mestinya doa tetap mengiringi
sebelum, di saat dan setelah
ikhtiyar ragawi dilakukan.
Faktanya, masih jamak terjadi di
kalangan kaum muslimin. Mereka
begitu getol dan rajin berdoa
saat menghadapi situasi khusus.
Saat anak mencari sekolah,
ketika sedang mencari lowongan
kerja, tatkala ada keluarga yang
sakit, atau ketika ada tanda-
tanda bencana akan terjadi.
Selebihnya, tak ada doa
dipanjatkan, tak tersirat dalam
pikirannya bahwa Allahlah yang
kuasa segalanya, untuk memberi
atau menahan sesuatu yang
diharapkan. Manusia tidak lepas
sedikitpun dari pertolongan Allah
untuk meraih kesuksesan.
Sehingga ia perlu berdoa kepada
Allah untuk kebaikan seluruh
urusannya, bukan hanya
mengandalkan kehebatan dirinya
yang hakikatnya sangat lemah
tanpa pertolongan Allah.
Karenanya, di antara doa yang
diajarkan oleh Nabi shalallahu
'alaihi wasalam adalah,
َّﻢُﻬَّﻠﻟﺍ َﻚَﺘَﻤْﺣَﺭ ﻮُﺟْﺭَﺃ َﻼَﻓ ﻰِﻨْﻠِﻜَﺗ ﻰَﻟِﺇ ﻰِﺴْﻔَﻧ
ٍﻦْﻴَﻋ َﺔَﻓْﺮَﻃ ْﺢِﻠْﺻَﺃَﻭ ﻰِﻟ ﻰِﻧْﺄَﺷ ُﻪَّﻠُﻛ َﻻ َّﻻِﺇ َﻪَﻟِﺇ
َﺖْﻧَﺃ
"Ya Allah, rahmat-Mu aku harap,
dan janganlah Engkau serahkan
(nasib) diriku kepada diriku
sendiri meski hanya sekejap mata,
perbaguslah untukku segala
urusanku, tidak ada ilah yang haq
kecuali Engkau." (HR Abu Dawud)
Doa Harian, Menjawab
Segala Kebutuhan
Adalah baik jika seseorang
membiasakan doa-doa harian
yang bersifat ta'abbudiyah
maupun adab. Seperti doa
sebelum dan sesudah makan,
hendak tidur dan setelah bangun,
masuk masjid atau keluar, maupun
doa-doa lain yang disyariatkan.
Ketika ia menjalaninya dalam
rangka menjalani sunnah, ia
mendapatkan pahala. Inilah fungsi
doa yang disebut dengan du'a
al-'ibaadah (doa sebagai realisasi
ibadah). Namun ada fungsi lain
dari doa, yang disebut dengan
du'a al-mas'alah (doa sebagai
permohonan). Ketika doa
dilantunkan tanpa adanya
kesadaran bahwa dirinya sedang
memohon kepada Allah, maka
maksud yang dikehendaki dari
makna doa tidak akan terwujud.
Nabi shalallahu 'alaihi wasalam
bersabda,
ﺍﻮُﻋْﺩﺍ َﻪﻠﻟﺍ ْﻢُﺘْﻧَﺃَﻭ َﻥﻮُﻨِﻗﻮُﻣ ِﺔَﺑﺎَﺟِﻹﺎِﺑ ﺍﻮُﻤَﻠْﻋﺍَﻭ
َّﻥَﺃ َﻪﻠﻟﺍ َﻻ ُﺐﻴِﺠَﺘْﺴَﻳ ًﺀﺎَﻋُﺩ ٍﺐْﻠَﻗ ْﻦِﻣ ٍﻞِﻓﺎَﻏ ٍﻩَﻻ
"Berdoalah kepada Allah
sedangkan kamu dalam keadaan
yakin akan dikabulkan, dan
ketahuilah bahwa Allah tidak
mengabulkan doa dari hati yang
lalai dan alpa." (HR Tirmidzi, al-
Albani mengatakan, "hasan").
Andaikan seorang muslim
membiasakan diri dengan doa-
doa harian yang disyariatkan,
sekaligus diiringi dengan
kesengajaan dan pengharapan
sebagaimana makna yang
terkandung dalam doa, niscaya
tercoverlah kebutuhan-
kebutuhannya, baik yang bersifat
duniawi maupun ukhrawi. Karena
doa-doa yang Nabi ajarkan dari
bangun tidur hingga bangun tidur
kembali sudah mencakup segala
hal yang dibutuhkan manusia, baik
kemaslahatan diiniyyah maupun
dunyawiyyah. Permohonan sehat
dan dijaga dari penyakit,
kemudahan segala urusan,
permohonan rezeki, perlindungan
dari segala gangguan setan dan
keburukan, maupun permohonan
jannah dan terhindar dari neraka.
Generasi terbaik di kalangan
sahabat, berusaha menghadirkan
pengharapan saat berdoa dengan
suatu doa yang menjadi rutinitas
harian. Ibnu Katsier dalam
tafsirnya menyebutkan riwayat
dari Ibnu Abi Hatim, bahwa 'Irak
bin Malik, selepas shalat Jumat
beliau berdiri di pintu masjid beliau
berdoa dengan doa keluar masjid
lalu berkata, "Ya Allah, saya telah
memenuhi panggilan-Mu, lalu
shalat dengan shalat yang Engkau
fardhukan atasku, akupun hendak
bertebaran di muka sebagaimana
yang Engkau perintahkan, maka
berilah rezki kepadaku dari
karuia-Mu, karena Engkau adalah
sebaik-baik Pemberi rezki."
Perlu kiranya digarisbawahi,
bahwa doa dengan segala
kelebihan dan faedahnya, tidak
menafikan atau menghapus
keharusan untuk ikhtiyar. Masing-
masing memiliki kadar tersendiri
sebagai sebab terkabulnya doa,
di samping juga memiliki nilai ibadah
tersendiri Wallahu a'lam.[]
Oleh: Abu Umar Abdillah -
http://www.arrisalah.net
(saif/ arrahmah.com )


 Sumber : Arrahmah.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar