Sabtu, 29 September 2012

Andai Aku Bisa Memberi Lebih Banyak

Seperti yang telah biasa di lakukan ketika salah satu sahabat nya meninggal dunia, maka Rosulullah SAW mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya di sempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan bertawakal menerima musibah itu.

Kemudian Rasulullah SAW bertanya, " Tidak lah almarhumah mengucapkan wasiat sebelum wafat nya ? ". Istrinya almarhum menjawab " Saya mendengar dia mengatakan sesuatu di antara dengkur nafasnya yang tersengal - sengal menjelang ajal ".

"Apa yang di katakannya ? " tanya Rasulullah lagi . "Saya tidak tau ya Rasulullah SAW, apakah ucapan itu hanya sekedar rintihan sebelum mati, ataukah rintihan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapan nya memang sulit di pahami lantaran merupakan kalimat yang berpotong - potong " jawab istri almarhum. " Bagai mana bunyinya ? " Desak Rasulullah SAW. Istri yang setia itu menjawab "( Andai Kala lebih jauh lagi ... andai kata yang masih baru ... andaikata semuanya ...) hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan - perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan - pesan yang tidak selesai ? "  Rasulullah SAW tersenyum " sungguh yang di ucapkan suamimu ituh tidak keliru"

Kisahnya begini, ada suatu hari ia sedang bergegas ke mesjid untuk melaksanakan shalat jum'at. Di tengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk - saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata " Andikan lebih jauh lagi " Maksudnya andaikan jalan ke masjid itu lebuh jauh lagi pasti pahalanya lebih besar lagi.

"Ucapan lainnya ya Rasulullah SAW ?" tanya sang istri mulai tertarik. Nabi menjawab " Adapun perkataannya yang kedua di ucapkannya tatkala ia melihat hasil perbuatan nnya yang lain. Sebab pada waktu berikutnya, waktu ia pergi ke  masjid pagi - pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk mengigil kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru selain yang di pakainya. Maka ia mencopot mantel yang lama, di berikannya kepada lelaki tersebut dan mantelnya yang baru lalu di kenakannya. Menjelang saat - saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga iapun menyesal dan berkata, " Andaikata yang masi baru ku berikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama pasti pahalaku jauh lebih besar lagi ". Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.

"Kemudian ucapan yang ketiga apa maksudnya ya Rasulullah SAW ? " tanya sang istri penuh dengan rasa ingin tau. Dan Rasulullah pun menjelaskan " ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan diminta disediakan makanan ? Engkau menghidangkan sepotong roti yang di campur dengan daging. Namun, tatkala hendak di makannya, tiba - tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah di berikan kepada musafir itu. Dengan demikian, ketika suamimu akan menghembuskan nafasnya ia menyaksikan balasan perbuatan pahala dari amalnya itu. Karenanya ia pun menyesal dan berkata " Kalau aku tau begini hasilnya, musafir itu tidak hanya aku beri saparoh. Sebab andai kata ku beri semuanya kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda "

Begitulah keadilan Tuhan pada hakekatnya. Apabila kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung bukan orang lain. Lantaran segala tindak - tanduk kita tidak lepas dari penilaian ALLAH. Sama halnya saat kita berbuat buruk, akibatnya juga menimpa kita sendiri.


" Kalau kamu berbuat baik, sesungguhnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula " . ( QS. Al isra : 7 )

Jumat, 28 September 2012

DIMANA ALLAH ??

Alkisah ada seorang pemuda yang bekerja sebagai pengembala domba. Jumblah domba yang dia gembalai berjumbkah ratusan ekor, bertahun - tahun dia bekerja tak pernah mengeluh walau hasil jerih payahnya tak seberapa.

Suatu ketika, datang seorang musafir yang sangat kehausan setelah menempuh perjalanan jauh. Melihat ada pengembala domba tersebut, gembiralah hati musafir itu. Sang musafir meminta minum kepada si pemuda sang pengembala domba tersebut. Namun pemuda itu menjawab bahwa dirinya tak punya air minum untuk di berikan kepada si musafir.

Musafir tersebut kemudian memohon memelas agar mengizinkan untuk mengambil air susu dari seekor domba yang di gembalakan si pemuda itu, pemuda tersebut menolak dengan halus. " Ayolah saudaraku, tolonglah aku, aku sangat haus. Izin kan aku untuk memerah dombamu sekedar beberapa teguk untuk menghilangkan dahagaku " ujar sang musafir, pemuda itu menjawab, " Domba - domba ini bukan kepunyaanku, aku tak berani mengizinkan engkau sebelum majikanku kengizinka nya "

Pemuda itu mengatakan lagi " Kalau kou mau, tunggulah di sini sebentar ku carikan telaga dan ku ambilkan air minum untuk mu saudaraku " . Kemudian pergilah pemuda tersebut mencarikan air minum untuk sang musafir. Setelah dapat, di berikan nya air itu kepada sang musafir, " Alhamdulillah, segar sekali rasanya " kata sang musafir " terima kasih wahai anak muda " lanjut sang musafir itu.

Kemudian, mereka beristirahat sejenak untuk berbagi kisah. Siang semakin terik. " Mengapa tadi kamu tidak ikut minum ? " tanya musafir terhadap pemuda tadi. " Maaf, saya sedang pusa " jawab si pemuda. Musafir itu tercengah mendengar pengakuan si pemuda tersebut, " Matahari semakin tinggi, sedangkan engkau berpuasa ? " tanya musafir itu. Pemuda itu menjawab " Aku berharap kelak mudah- mudahan  ALLAH menaungi diriku pada saat hari kiamat nanti, karena itu aku berpuasa " 

Rasa kagum dan penasaran, membuat si musafir ingin mengetes keimanan si pemuda pengembala tersebut. Lalu si musafir itu berkata " Hai anak muda, bolehkah aku membeli seekor saja dombamu ? , aku lapar tolonglah diriku " 

" Maaf tuan, aku tidak berani sebelum mendapat izin dari tuanku " kata pemuda itu. 

" Ayolah anak  muda, domba yang kkou gembalakan sagatlah banyak, tentu tuanmu tak akan mengetahui meski kou jual seekor saja, perutku sangat lapar tolonglah aku" Rayu musafir tersebut. 

"Aku sungguh ingin menolongmu, kalau saja aku memiliki makanan, tentu akan ku berikan untukmu tuan " ucap pemuda tersebut. 

"Tidak akan ada yang tau hai anak muda, ku berikan seribu dirham untukmu untuk seekor domba saja. Ayolah, tidak lah kou kasihan padaku ? " Kata musafir itu yakin bahwa pemuda tersebut akan goyah dengan suap seribu dirham. 

Musafir itu terus memaksa si pemuda itu untuk menjual dombanya, bahkan musafir itu tambah gusar dan marah. 

Akhir nya pemuda itu berkata " Majikanku bisa saja tidak tau kalau aku menjual dombanya seekor saja, sebab jumlahnya sangat banyak dan mungkin saja majikanku tak akan menanyakan domba - dombanya. Dia tak akan rugi meski aku menjual seekor di antara domba kepunyaan nya. Tapi kalau aku berbuat begitu lalu dimana ALLAH ? di mana ALLAH ? di mana ALLAH ? sungguh aku tak mau di dalam dagingku tumbuh duri neraka karena uang yang tidak halal bagiku


Pemuda itu menangis karena takut tergoda berbuat sesuatu yang dimurkai ALLAH. Dia menanggis karena kecintaannya kepada ALLAH. 

Musafir itu tertegun " ALLAHUAKBAR " musafir itu ikut menangis. 

"Katakan padaku wahai anak muda, dimana majikanmu tinggal ? aku ingin membeli dombanya" kata musafir tersebut. 

Lalu, ditebuslah pemuda itu dengan memerdekakannya dari setatus hamba sahaya. 

Dalam lanjutan perjalanannya, Umar masih takjub dengan kisah yang baru dia alami. 

Dimana ALLAH ? ini yang menggetarkan hati Umar. Rasa takut keada ALLAH tidak menggoyahkan iman seorang pemuda tadi meski dirayu dengan materi. Duniawi tidak mampu menyilaukan hati pemuda itu karena keteguhan iman yang hakiki.

Senin, 17 September 2012

MENIKMATI KESEDERHANAAN

Suatu kali Umar bin khathab RA berkunjung ke rumah Rosulallah SAW. Kala itu Umar mendapati Nabi sedang berbaring di tikar yang sangat kasar. Saking kasarnya alas Nabi itu , anyaman tikarnya membekas di pipi Beliau. Tak semua tubuh Beliau beralaskan tikar , sebagian tubuhnya beralaskan tanah. Bantal yang Beliau gunakan pun pelapah kurma yang keras.

Melihat pemandangan itu , Umar langsung menangis , " Mengapa Anda menangis ? " tanya Rosulallah . " Bagaimana saya tidak menangis ? Alas tidur tidur itu telah menorehkan bekas di pipi Anda. Anda ini Nabi sekaligus kekasih Allah. Mengapa kekayaan Anda hanya seperti yang saya lihat sekarang ini ? Apa Anda tidak melihat bagaimana Kisra ( Raja Persia ) dan Kaisar ( Raja Romawi ) duduk di atas singgasana emas dan berbantalkan sutra terindah ?"  Jawab Umar yang sekaligus berbalik bertanya.

Apa jawab Nabi ?? " Mereka menghabiskan kenikmatan dan kesenangan sekarang ini , padahal kenikmatan dan kesenangan itu cepatlah berakhir. Berbeda dengan Kita , kita lebih senang mendapatkan kenikmatan dan kesenanggan itu untuk hari nanti. Perumpamaan hubungan dengan dunia seperti orang yang bepergian di musim panas , ia berlindung sejenak di bawah pohon kemudian berangkat dan meninggalkannya.

Indah nian perumpamaan Nabi akan hubungan beliau dengan dunia ini , " Dunia ini hanyalah tempat pemberhentian sementara , hanya tempat berteduh sejenak untuk kemudian Kita meneruskan perjalanan yang sesungguhnya "

Minggu, 16 September 2012

allah maha mengetahui segala sesuatu

"...(Allah) yang mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sesuatu pun daripada (kandungan) ilmu Allah melainkan apa yang Allah kehendaki (memberitahu kepadanya)." - Surah Al Baqarah: Ayat 255