Alkisah ada seorang pemuda yang bekerja sebagai pengembala domba.
Jumblah domba yang dia gembalai berjumbkah ratusan ekor, bertahun -
tahun dia bekerja tak pernah mengeluh walau hasil jerih payahnya tak
seberapa.
Suatu ketika, datang seorang musafir yang
sangat kehausan setelah menempuh perjalanan jauh. Melihat ada pengembala
domba tersebut, gembiralah hati musafir itu. Sang musafir meminta minum
kepada si pemuda sang pengembala domba tersebut. Namun pemuda itu
menjawab bahwa dirinya tak punya air minum untuk di berikan kepada si
musafir.
Musafir tersebut kemudian memohon memelas
agar mengizinkan untuk mengambil air susu dari seekor domba yang di
gembalakan si pemuda itu, pemuda tersebut menolak dengan halus. " Ayolah
saudaraku, tolonglah aku, aku sangat haus. Izin kan aku untuk memerah
dombamu sekedar beberapa teguk untuk menghilangkan dahagaku " ujar sang
musafir, pemuda itu menjawab, " Domba - domba ini bukan kepunyaanku, aku
tak berani mengizinkan engkau sebelum majikanku kengizinka nya "
Pemuda
itu mengatakan lagi " Kalau kou mau, tunggulah di sini sebentar ku
carikan telaga dan ku ambilkan air minum untuk mu saudaraku " . Kemudian
pergilah pemuda tersebut mencarikan air minum untuk sang musafir.
Setelah dapat, di berikan nya air itu kepada sang musafir, "
Alhamdulillah, segar sekali rasanya " kata sang musafir " terima kasih
wahai anak muda " lanjut sang musafir itu.
Kemudian, mereka beristirahat sejenak untuk berbagi kisah. Siang semakin terik. " Mengapa tadi kamu tidak ikut minum ? " tanya musafir terhadap pemuda tadi. " Maaf, saya sedang pusa " jawab si pemuda. Musafir itu tercengah mendengar pengakuan si pemuda tersebut, " Matahari semakin tinggi, sedangkan engkau berpuasa ? " tanya musafir itu. Pemuda itu menjawab " Aku berharap kelak mudah- mudahan ALLAH menaungi diriku pada saat hari kiamat nanti, karena itu aku berpuasa "
Rasa kagum dan penasaran, membuat si musafir ingin mengetes keimanan si pemuda pengembala tersebut. Lalu si musafir itu berkata " Hai anak muda, bolehkah aku membeli seekor saja dombamu ? , aku lapar tolonglah diriku "
" Maaf tuan, aku tidak berani sebelum mendapat izin dari tuanku " kata pemuda itu.
" Ayolah anak muda, domba yang kkou gembalakan sagatlah banyak, tentu tuanmu tak akan mengetahui meski kou jual seekor saja, perutku sangat lapar tolonglah aku" Rayu musafir tersebut.
"Aku sungguh ingin menolongmu, kalau saja aku memiliki makanan, tentu akan ku berikan untukmu tuan " ucap pemuda tersebut.
"Tidak akan ada yang tau hai anak muda, ku berikan seribu dirham untukmu untuk seekor domba saja. Ayolah, tidak lah kou kasihan padaku ? " Kata musafir itu yakin bahwa pemuda tersebut akan goyah dengan suap seribu dirham.
Musafir itu terus memaksa si pemuda itu untuk menjual dombanya, bahkan musafir itu tambah gusar dan marah.
Akhir nya pemuda
itu berkata " Majikanku bisa saja tidak tau kalau aku menjual dombanya
seekor saja, sebab jumlahnya sangat banyak dan mungkin saja majikanku
tak akan menanyakan domba - dombanya. Dia tak akan rugi meski aku
menjual seekor di antara domba kepunyaan nya. Tapi kalau aku berbuat begitu lalu dimana ALLAH ? di mana ALLAH ? di mana ALLAH ? sungguh aku tak mau di dalam dagingku tumbuh duri neraka karena uang yang tidak halal bagiku "
Pemuda itu menangis karena takut tergoda berbuat sesuatu yang dimurkai ALLAH. Dia menanggis karena kecintaannya kepada ALLAH.
Musafir itu tertegun " ALLAHUAKBAR " musafir itu ikut menangis.
"Katakan padaku wahai anak muda, dimana majikanmu tinggal ? aku ingin membeli dombanya" kata musafir tersebut.
Lalu, ditebuslah pemuda itu dengan memerdekakannya dari setatus hamba sahaya.
Dalam lanjutan perjalanannya, Umar masih takjub dengan kisah yang baru dia alami.
Dimana ALLAH ? ini yang menggetarkan hati Umar. Rasa takut keada ALLAH tidak menggoyahkan iman seorang pemuda tadi meski dirayu dengan materi. Duniawi tidak mampu menyilaukan hati pemuda itu karena keteguhan iman yang hakiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar